Konsep Pre-Eklamsi
1 Pengertian Pre-eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia
merupakan kumpulan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias : proteinuri, hipertensi,dan edema,
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya ( Mochtar,
2007).
Preeklamsi adalah penyakit
dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa Prawirohardjo
2005 yang dikutip oleh Rukiyah (2010).
2 Etiologi
Menurut Mochtar (2007),
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya.oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”, namun belum ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab
preeklamsia adalah teori ”iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa frekuensi
menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,dan
molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan
,umumnya pada triwulan ke III; (c)Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit,
bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi
lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e) Penyebab timbulnya
hipertensi,proteinuria,edema dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut
diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang
menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan
terjadinya preeklamsia adalah :
a)
Peran
prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia dan
eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan
produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi
pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan
plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b)
Peran
faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010),
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek
imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem
komplemen pada PE-E diikuti proteinuria.
c)
Faktor
genetik
Beberapa bukti menunjukkan
peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain : (1) preeklamsia hanya
terjadi pada manusia; (2) terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E
pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya
frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada
ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang jelas preeklamsia
merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan
perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak
awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat
kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian
menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan
eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan
gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsia,
preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia
remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain
adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat
mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara
perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing
manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3 Patofisiologi
Menurut Mochtar (2007) Pada
preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat
badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan
garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan glomerolus.
4 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007), Dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
1)
Pre-eklamsia
ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut
a)
Tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang: atau
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan
jarak 1 jam,sebaiknya 6 jam.
b)
Edema
umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥ 1 kg per minggu.
c)
Proteinuria
kwantitatif ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter
atau midstream.
2)
Pre-eklamsia
berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a)
Tekanan
darah 160/110 mmHg atau lebih.
b)
Proteinuria
≥ 5gr per liter.
c)
Oliguria,
yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d)
Adanya
gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
e)
Terdapat
edema paru dan sianosis.
5 Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada
organ-organ, antara lain :
1)
Otak
Pada pre-eklamsia aliran
darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal. Pada eklamsia,
resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak.
Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan
visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2)
Plasenta
dan rahim
Aliran darah menurun ke
plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
pre-eklamsia dan eklamsiasering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya
terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematus.
3)
Ginjal
Filtrasi glomerolus
berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi
natrium melalui glomerolus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam
dan air. Filtrasi glomerolus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4)
Paru-paru
Kematian ibu pada
pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses
paru.
5)
Mata
Dapat dijumpai adanya edema
retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus di
curigai terjadinya pre eklamsia berat. Pada eklamsia dapat terjadi ablasio
retina yang disebabkan odema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda
pre-eklamsia berat adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri,atau di dalam retina.
6)
Keseimbangan
air dan elektrolit
Pada pre-eklamsia ringan
biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit,
kristaloit, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat dan pH darah berada berada
pada batas normal. Pada pre-eklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik
sementara, asam laktat dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali
akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah
konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian
cadangan alkalidapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis/ahli
kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsia menjadi
baik atau tidak setelah penanganan.
6 Frekuensi
Ada yang melaporkan angka
kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada kehamilan
primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada
primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor predisposisi
untuk terjadinya preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan
ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar,
2007).
7 Diagnosis
Menurut Mochtar (2007), Diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
1)
Gambaran
klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul
proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala didaerah
frontal,nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma,
diplopia; mual dan muntah. Gangguan serebral lainya : Oyong, reflek
meningkat, dan tidak tenang.
2)
Pemeriksaan
: tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan
laboratorium.
.8 Penatalaksanaan
Tujuan dasar
penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :
1)
Terminasi
kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2)
Lahirnya
bayi yang kemudian dapat berkembang.
3)
Pemulihan
sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia
tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut
dapat terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting
yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan
terutama kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin
(Cuningham dkk,2005).
Penanganan Preeklamsia
ringan menurut Cuningham dkk. (2005), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung
gejala yang timbul yakni :
1)
Penatalaksanaan
rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak
istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah
karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital
3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:
hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati,
fungsi ginjal.
2)
Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan
minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari
gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu
perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai
preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan
sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat
selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
1)
Kehamilan
preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai normotensi selama
perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi
belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada
umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2)
Kehamilan
aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan paa taksiran tanda
persalinan.
3)
Cara
persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek
kala II.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi
:
1)
Perawatan
aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medicinal.
2)
Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
2. Konsep Pencegahan Preeklamsi
Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah
digunakan sebagai upaya untuk mencegah preeklamsia. Biasanya strategi-strategi
ini mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi
mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya preeklamsia.
Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis rendah dan antioksidan.
1 Manipulasi diet
Salah satu usaha paling
awal yang ditujukan untuk mencegah preeklamsia adalah pembatasan asupan garam
selama hamil, Knuist dkk. (1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan sebagian besar
studi di luar amerika serikat, ditemukan bahwa wanita dengan diet rendah
kalsium secara bermakna beresiko lebih tinggi mengalami hipertensi akibat
kehamilan. Hal ini mendorong dilakukanya paling sedikit 14 uji klinis acak yang
menghasilkan metaanalisis yang memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama
kehamilan menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah
preeklamsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan oleh Lavine
dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini adalah suatu uji
klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of Child Health and
Human development. Dalam uji yang menggunakan penyamar-ganda ini,4589
wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk mendapat 2g suplemen kalsium
atau plasebo.
Manipulasi diet lainya
untuk mencegah preeklamsia yang telah diteliti adalah pemberian empat sampai
sembilan kapsul yang mengandung minyak ikan setiap hari. Suplemen harian ini
dipilih sebagai upaya untuk memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang
diperkirakan berperan dalam patofisiologi preeklamsia.
2 Aspirin dosis rendah
Dengan aspirin 60 mg atau
plasebo yang diberikan kepada wanita primigravida peka-angiotensin pada usia
kehamilan 28 minggu. Menurunya insiden preeklamsi pada kelompok terapi
diperkirakan disebabkan oleh supresi selektif sintesis tromboksan oleh
trombosit serta tidak terganggunya produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan
ini dan laporan lain dengan hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra
pada wanita beresiko rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain.
Uji-uji klinis ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah efektif
untuk mencegah preeklamsia. Dalam suatu analisis sekunder terhadap uji klinis
intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa pemberian aspirin dosis rendah
secara bermakna menurunkan kadar tromboksan B2 ibu.
3 Antioksidan
Serum wanita hamil normal
memiliki mekanisme antioksidan yang berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak
yang diperkirakan berperan dalam disfungsi sel endotel pada preeklamsia. serum
wanita dengan preeklamsia memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas
antioksidan. Schirif dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji
hipotesis bahwa penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam preeklamsia
dengan mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin E dalam plasma pada
42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka menemukan kadar vitamin E plasma yang
tinggi pada wanita dengan preeklamsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam diet tersebut
tidak berkaitan dengan preeklamsia. Mereka berspekulasi bahwa tingginya kadar
vitamin E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap stres oksidatif pada
preeklamsia.
Penelitian sistematik
pertama yang dirancang untuk menguji hipotesis bahwa terapi antioksidan untuk
wanita hamil akan mengubah cedera sel endotel yang dikaitkan dengan
preeklamsia. Sebanyak 283 wanita hamil 18 sampai 22 minggu yang beresiko
preeklamsia dibagi secara acak untuk mendapat terapi antioksidan atau plasebo.
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini mungkin bermanfaat untuk mencegah
preeklamsia. Juga terjadi penurunan bermakna insiden preeklamsia pada mereka
yang mendapat vitamin C dan E dibandingkan dengan kelompok kontrol (17 versus
11 persen,p <0,02).
4 Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal care
yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin
(preeklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak
menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
preeklamsia kalau ada faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang
manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah
garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat
badan yang berlebihan (Mochtar,2007).
Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan
prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan
laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk
mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat dalam
memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklamsia pada klien tidak dapat
terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam tugas pendukung.
Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan dan akses publik pada
perawatan antenatal. Konseling, penyerahan sumberdaya masyarakat, pengerahan
sistem pendukung, konseling nutrisi dan informasi tentang adaptasi normal pada kehamilan
merupakan komponen pencegahan yang esensial pada perawatan (Bobak,
Jensen.2000).
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan
Pengukuranya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bobak, Margaret Duncan. 2000. Perawatan Maternitas dan
Ginekologi. Bandung : YIA-PKP
Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri
Williams. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian
Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Firamaya
Manuaba, I.A Candradinata.Dkk. 2008 . Gawat Darurat
Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta
: EGC
Manuaba, I.B Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan
Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
Maulana, D.J Heri. 2009. Promosi
Kesehatan. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis
Obstetri. Jakarta : EGC
Nursalam, Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis
Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Infomedika
Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metodologi Riset Kesehatan.Jakarta
: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Sukidjo.
2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo,Sukidjo.
2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Perry, Potter. 2005. Buku Saku
Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Jakarta : EGC
Rukiyah,
Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Jakarta : TIM
Salmah. Dkk. 2006. Asuhan
Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman.Dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Syarifudin, Yudhia Fratidhina. 2009. Promosi Kesehatan
Untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakarta : TIM
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk
Penelitian. Bandung : Alfabeta
Yulianti, Devi.2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi
Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2010 Angka Kematian Ibu.www.Google.com.
Download 3 November 2011
Ensiklopedia bebas berbahasa 2011, Pengetahuan
.www. Wikipedia. Co.Id. download:3 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar