Kamis, 27 Februari 2014

KETUBAN PECAH DINI (KPD)



Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.
Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Insiden
  • PROM             : 6-19% kehamilan
  • PPROM          : 2% kehamilan
Etiologi
  • Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
  • Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
    • Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
    • Inkompetensi serviks
    • Infeksi vagina/serviks
    • Kehamilan ganda
    • Polihidramnion
    • Trauma
    • Distensi uteri
    • Stress maternal
    • Stress fetal
    • Infeksi
    • Serviks yang pendek
    • Prosedur medis
Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara :
  • Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
  • Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
  • USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
  • Terdapat infeksi genital (sistemik)
  • Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
  • Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion  7,0-7,5
  • Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
    • Jadi biru (basa)            : air ketuban
    • Jadi merah (asam)       : air kencing
Prognosis/komplikasi
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis ibu
  • Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
  • Infeksi puerperalis/ masa nifas
  • Dry labour/Partus lama
  • Perdarahan post partum
  • Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
  • Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
  • Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
  • Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
  • Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
  • Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
  • Morbiditas dan mortalitas perinatal
Penatalaksanaan
  • Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin
  • Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
  • Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam
  • Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.
  • Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
  • Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
  • Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
  • Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
  • Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)
  • Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan
  • Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
  • Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)
  • Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
  • Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
  • KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
  • KPD pada kehamilan  > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
  • KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
POLIHIDRAMNION
Polihidramnion atau disebut juga dengan hidramnion adalah keadaan dimana air ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion akut adalah penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan, biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan. Biggio dkk (1999) melaporkan dari Alabama, insisden hidramnion 1% diantara lebih dari 36.000 kehamilan.
Etiologi
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan sistem syaraf pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa terjadi karena :
  • Produksi air ketuban bertambah
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing janin dan cairan otak anensefalus.
Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder (vesica urinaria) ukuran besar, akan meningkatkan output urine pada awal periode pertumbuhan fetus, hal inilah yang meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
  • Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus dan anensefalus.
Damato dan koleganya (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan amnionnya, ditemukan hampir 65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil tunggal dengan satu atau lebih mengalami kelainan kongenital. Diantaranya kelainan gastrointestinal, sistem syaraf pusat, thorax, skeletal, kelainan kromosom (2 janin mempunyai trisomi 18—Edward syndrome dan dua janin dengan trisomi 21—Down syndrome), dan kelainan jantung. 19 orang wanita hamil kembar. Hidramnion berhubungan dengan kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah dibuktikan bahwa salah satu fetus menguasai satu bagian sirkulasi dari janin lainnya, dimana fetus yang satu ini mengalami cardiac hypertrofi dan produksi output urine yang meningkat.
Diagnosis
1. Anamnesis
  • Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa
  • Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
  • Nyeri ulu hati dan sianosis
  • Nyeri perut karena tegangnya uterus
  • Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.
2. Inspeksi
  • Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
  • Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya
  • Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar
3. Palpasi
  • Perut tegang dan nyeri tekan
  • Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya
  • Bagian-bagian janin sukar dikenali
4. Auskultasi
  • Denyut jantung janin sukar didengar
5. Pemeriksaan penunjang
  • Foto rontgen (bahaya radiasi)
  • Ultrasonografi
    • Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index cairan amnion (ICA) melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.
    • Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
Mild hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi.
Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
Severe hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.
Weeks gestation
Fetus (gr)
Placenta (gr)
Amnionic fluid (ml)
Fluid (%)
16
100
100
200
50
28
1000
200
1000
45
36
2500
400
900
24
40
3300
500
800
17
From Queenan (1991)
Diagnosa banding
  • Gemelli (kembar)
  • Asites (pengumpulan cairan serosa dalam rongga perut)
  • Kista ovarium
  • Kehamilan dengan tumor
Prognosis
Janin
  • Kelainan kongenital
  • Prematuritas
  • Prolapsus tali pusat
Ibu
  • Solusio plasenta
  • Atonia uteri
  • Perdarahan postpartum
Penanganan
Pada masa hamil
Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas atau nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi, menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada hidramnion berat maka penderita harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan ketuban melalui dinding abdomen). Prinsip dilakukan amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu. Selain itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru janin.
Pada masa persalinan
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau perdarahan postpartum karena atonia uteri.
Pada masa nifas
Observasi perdarahan postpartum
OLIGOHIDRAMNION
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong amnion 5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis.
Fetal
Maternal
Chromosomal abnormalities
Uteroplacental insufficiency
Congenital anomalies
Hypertension
Growth restriction
Preeclampsia
Postterm pregnancy
Diabetes
Ruptured membranes

Placenta

Abruptio placenta

From Peipert and Donnenfeld (1991)
Gambaran klinis
  • Perut ibu kelihatan kurang membuncit
  • Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas
  • Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak
  • Persalinan lebih lama dari biasanya
  • Sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali
  • Bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (sistem otot).
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin yang kurang dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu:
  • Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-paru terhambat
  • Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
  • Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk melakukan SC karena :
  • Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang
  • Deselerasi frekuensi detak jantung janin
  • Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.
Sumber :
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC. Jakarta
Varney, Helen. 2000. Buku Saku Bidan. EGC. Jakarta
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006.  YBPSP. Jakarta
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/27/ketuban-pecah-sebelum-waktunya-kpsw-atau-ketuban-pecah-dini-kpd-atau-ketuban-pecah-prematur-kpp/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar