Ketuban pecah dini (KPD) atau
ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah
keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Ketuban
pecah prematur yaitu
pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atu disebut juga
Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.
Ketuban
pecah prematur pada preterm yaitu
pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane =
Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Insiden
- PROM : 6-19% kehamilan
- PPROM : 2% kehamilan
Etiologi
- Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
- Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
- Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
- Inkompetensi serviks
- Infeksi vagina/serviks
- Kehamilan ganda
- Polihidramnion
- Trauma
- Distensi uteri
- Stress maternal
- Stress fetal
- Infeksi
- Serviks yang pendek
- Prosedur medis
Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah
dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti
kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke
ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa
dilakukan dengan cara :
- Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
- Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
- USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
- Terdapat infeksi genital (sistemik)
- Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine
tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel
darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi,
profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan
amnion
Tes cairan amnion, diantaranya
dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA)
dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka
angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal
sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
- Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan
normal pH cairan amnion 7,0-7,5
- Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
- Jadi biru (basa) : air ketuban
- Jadi merah (asam) : air kencing
Prognosis/komplikasi
Adapun pengaruh ketuban pecah dini
terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis
ibu
- Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi
ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
- Infeksi puerperalis/ masa nifas
- Dry labour/Partus lama
- Perdarahan post partum
- Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
- Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis
janin
- Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada
persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome,
hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and
risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
- Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
- Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat,
prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty,
cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
- Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion.
Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan
janin terhambat (PJT)
- Morbiditas dan mortalitas perinatal
Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin
- Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
- Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam
- Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.
- Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
- Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
- Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
- Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
- Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)
- Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan
- Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
- Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)
- Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
- Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
- KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
- KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
- KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
POLIHIDRAMNION
Polihidramnion atau disebut juga dengan
hidramnion adalah keadaan dimana air ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion
akut adalah penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa
hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. Hidramnion
kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan, biasanya
terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan.
Biggio dkk (1999) melaporkan dari Alabama, insisden hidramnion 1% diantara
lebih dari 36.000 kehamilan.
Etiologi
Sampai sekarang penyebab hidramnion
masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion berhubungan dengan kelainan
malformasi janin, khususnya kelainan sistem syaraf pusat dan traktus
gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa terjadi karena :
- Produksi air ketuban bertambah
Diduga air ketuban dibentuk oleh
sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah cairan lain masuk kedalam
ruangan amnion, misalnya air kencing janin dan cairan otak anensefalus.
Naeye dan Blanc (1972)
mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder (vesica urinaria) ukuran
besar, akan meningkatkan output urine pada awal periode pertumbuhan fetus, hal
inilah yang meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
- Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara
rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran
adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta
untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan
terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus dan
anensefalus.
Damato dan koleganya (1993)
melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan amnionnya, ditemukan
hampir 65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil tunggal dengan satu atau
lebih mengalami kelainan kongenital. Diantaranya kelainan gastrointestinal,
sistem syaraf pusat, thorax, skeletal, kelainan kromosom (2 janin mempunyai
trisomi 18—Edward syndrome dan dua janin dengan trisomi 21—Down syndrome), dan
kelainan jantung. 19 orang wanita hamil kembar. Hidramnion berhubungan dengan
kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah dibuktikan bahwa salah satu fetus
menguasai satu bagian sirkulasi dari janin lainnya, dimana fetus yang satu ini
mengalami cardiac hypertrofi dan produksi output urine yang meningkat.
Diagnosis
1.
Anamnesis
- Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa
- Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
- Nyeri ulu hati dan sianosis
- Nyeri perut karena tegangnya uterus
- Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.
2.
Inspeksi
- Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
- Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya
- Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar
3. Palpasi
- Perut tegang dan nyeri tekan
- Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya
- Bagian-bagian janin sukar dikenali
4.
Auskultasi
- Denyut jantung janin sukar didengar
5. Pemeriksaan
penunjang
- Foto rontgen (bahaya radiasi)
- Ultrasonografi
- Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index cairan amnion (ICA) melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.
- Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :
Mild
hydramnion (hidramnion
ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden
sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi.
Moderate
hydramnion (hidramnion
sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
Severe
hydramnion (hidramnion berat), bila janin
ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau
lebih besar. Insiden sebesar 5%.
Weeks
gestation
|
Fetus
(gr)
|
Placenta
(gr)
|
Amnionic
fluid (ml)
|
Fluid
(%)
|
16
|
100
|
100
|
200
|
50
|
28
|
1000
|
200
|
1000
|
45
|
36
|
2500
|
400
|
900
|
24
|
40
|
3300
|
500
|
800
|
17
|
From Queenan (1991)
Diagnosa
banding
- Gemelli (kembar)
- Asites (pengumpulan cairan serosa dalam rongga perut)
- Kista ovarium
- Kehamilan dengan tumor
Prognosis
Janin
- Kelainan kongenital
- Prematuritas
- Prolapsus tali pusat
Ibu
- Solusio plasenta
- Atonia uteri
- Perdarahan postpartum
Penanganan
Pada masa
hamil
Pada hidramnion ringan tidak
perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan beberapa
ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai
persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas
atau nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air
serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa
digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion.
Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan
bahwa indomethacin mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan
absorpsi, menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam
membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada hidramnion
berat maka penderita harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat
dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan ketuban melalui
dinding abdomen). Prinsip dilakukan amniosintesis adalah untuk
mengurangi distress pada ibu. Selain itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk
memprediksi kematangan paru-paru janin.
Pada masa
persalinan
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak
maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban
tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan
deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air
ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya tidak terjadi solusio
plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau perdarahan postpartum karena
atonia uteri.
Pada masa
nifas
Observasi perdarahan postpartum
OLIGOHIDRAMNION
Oligohidramnion
adalah suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index
kantong amnion 5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511
kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya
oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan
oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obstruksi saluran traktus
urinarius janin atau renal agenesis.
Fetal
|
Maternal
|
Chromosomal abnormalities
|
Uteroplacental insufficiency
|
Congenital anomalies
|
Hypertension
|
Growth restriction
|
Preeclampsia
|
Postterm pregnancy
|
Diabetes
|
Ruptured membranes
|
|
Placenta
|
|
Abruptio placenta
|
From Peipert and Donnenfeld (1991)
Gambaran
klinis
- Perut ibu kelihatan kurang membuncit
- Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas
- Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak
- Persalinan lebih lama dari biasanya
- Sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali
- Bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik
terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan
bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu
picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut
akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan
kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (sistem
otot).
Oligohidramnion yang berkaitan
dengan PPROM pada janin yang kurang dari 24 minggu dapat mengakibatkan
terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi,
yaitu:
- Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-paru terhambat
- Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
- Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion
bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang
lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat
selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu
persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk melakukan SC karena :
- Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang
- Deselerasi frekuensi detak jantung janin
- Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.
Sumber :
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan
ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham, F.G., Et all. 2005.
William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of Aminic
Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis
Obstetri Jilid 1. EGC. Jakarta
Varney, Helen. 2000. Buku Saku
Bidan. EGC. Jakarta
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu
Kebidanan. 2006. YBPSP. Jakarta
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/27/ketuban-pecah-sebelum-waktunya-kpsw-atau-ketuban-pecah-dini-kpd-atau-ketuban-pecah-prematur-kpp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar